Pemberontakan kelompok Houthi di Yaman merambah ke negara tetangga Saudi Arabia. Bahkan pemberontak Houthi juga menduduki Jabal Dukhan wilayah Saudi Arabia di perbatasan Saudi-Yaman sementara waktu hingga pasukan Kerajaan Saudi merebut kembali wilayah Jabal Dukhan dan menewaskan serta menahan beberapa pemberontak.
Kerajaan tidak tanggung tanggung dalam menghadapi pemberontak Houthi. Mereka Menggunakan pesawat F 15 canggih buatan AS untuk menyerang beberapa posisi pemberontak di daerah perbatasan.
Angkatan laut Saudi mengerahkan kapal militer di perairan Selat Bab Al Mandeb untuk mencegah pasokan senjata pemberontak dari Iran. Arab Saudi sangat hati-hati dalam menghadapi pemberontak Syiah tersebut terlebih pemberontak tersebut mendapat dukungan dari Iran yang notabene mempunyai ideologi Syiah yang membahayakan bagi Saudi Arabia yang menganut Ahlus Sunnah Wal jama'ah.
Para ahli politik dunia Arab menyebutkan bahwa perang antara Saudi dan Iran sudah berlangsung di perbatasan Saudi-Yaman. Houthi yang lebih taat kepada Iran dan mempunyai kesamaan ideologi diduga akan menyebarkan ajaran Syiah di jazirah Arab. Tentu Arab Saudi tidak akan membiarkan begitu saja penyebaran Syiah di jazirah Arab dan akan melawan pengaruh Iran sekuat tenaga.
Bagi pihak Syiah Houthi, pemerintah Yaman telah melakukan diskriminasi terhadap golongan Houthi di Yaman Utara. Mereka juga merasa tidak adanya pembanguan ekonomi di wilayahnya. Hothi juga menuduh pemerintah Yaman yang dipimpin oleh Presiden Ali Abdullah Saleh sebagai pemerintahan yang korup dan sangat dekat dengan Kerajaan Saudi Arabia.
Sebaliknya pemerintahan Yaman menuduh para pemberontak ingin memisahkan diri dari pemerintahan Yaman. Seorang pemimpin spiritual Yaman menuduh Pemberontakan tersebut didukung oleh Iran dan bertujuan menyebarkan ideologi Syiah di Jazirah Arab.
Tuduhan pemerintahan Yaman memang bukan basa basi dan terbukti bahwa Iran sangat berperan dalam pemberontakan ini dengan memasok senjata ke pemberontak. Bulan lalu pihak keamanan Yaman menahan awak kapal dan kapal yang membawa persenjataan bagi pemberontak Houthi di Fort Haja tetapi Iran dengan keras menyangkal keterlibatan mereka. (bbc.co.uk,10/11/2009)
Yaman bagian utara dan bagian Selatan adalah suatu negara yang terpisah sebelum tahun 1982 namun Ali Abdullah Saleh berhasil menyatukan kedua Yaman. Meski adanya perbedaan antara Utara dan Selatan tetapi kedua bagian Yaman tersebut hidup rukun hingga tahun 2004. Api pemberontakan Houthi dimulai tahun 2004 ketika pemimpin Houthi Hussein Badaruddin memproklamirkan dirinya sebagai Amirul Mukminin namun pemberontakan tersebut dapat mereda sampai tahun 2009.
Beberapa bulan lalu Houthi kembali mengadakan perlawanan terhadap pemerintahan Yaman. Presiden Yaman memerintahkan untuk menghabisi pemberontakan tersebut dengan operasi militer besar-besaran. Yaman juga menggunakan beberapa pesawat tempur untuk menggempur basis Houthi. Keberanian Houthi kali ini bukan tanpa sebab. Tanpa dukungan persenjataan dan politik, pemberontak Houthi tentu tidak akan berdaya di antara pasukan Yaman dan Pasukan Kerajaan Saudi yang mempunyai militer yang kuat. Pemberontak Houthi hanya memiliki maksimum 4000 milisi sedangkan Pasukan Yaman berjumlah 78.000 personil dan Saudi memiliki sekitar 120.000 prajurit dan 130.000 prajurit pengawal nasional (wikipedia.org)
Tampaknya mereka mulai berani semenjak pengaruh Iran merambah negara Iraq, Libanon dan Bahrain. Iraq kini diperintah oleh kaum Syiah dan pemerintahan tersebut loyal kepada Iran. Mungkin pemberontak Houthi sudah pede untuk mendirikan pemerintahan Syiah dibawah protektorat Iran di Yaman Utara.
Kemunculan negara Syiah di Yaman Utara akan menjadi ancaman bagi Saudi Arabia padahal posisi Saudi sudah sangat terjepit dengan kehadiran pemerintahan Iraq yang berbatasan langsung dengan Saudi Arabia bagian barat. Kehadiran sebuah negara Syiah di Yaman Utara juga akan memberikan angin pada penganut Syiah di Saudi Arabia. Bisa jadi mereka akan mengangkat senjata untuk melawan kerajaan.
Dalam doktrin golongan Houthi juga menyebutkan bahwa pemberontakan adalah tugas mereka. Dan sudah merupakan watak orang-orang Syiah yang selalu menolak dibawah pimpinan orang Sunni begitu juga pemberontak Houthi yang menganut paham Syiah Ziyadah. Kelompok Ziyadah pernah melakukan pemberontakan di massa pemerintahan Khalifah Umayyah.
Sudah bukan rahasia lagi kalau Syiah menolak kepemimpinan tiga Khilafah Rasydin seperti Abu Bakar Ash Shidiq, Umar bin Khatab dan Usman bin Affan. Bahkan penganut Syiah yang ekstrim menuduh bahwa Jibril salah memberikan wahyu ke Muhammad yang seharusnya menerima wahyu tersebut adalah Ali bin Abi Thalib. Kelak pada akhir zaman mereka juga akan menolak kepemimpinan Imam Mahdi karena bukan berasal dari kaum Syiah. Mereka akan memberontak kembali untuk mencoba menggantikan Imam Mahdi dengan Imam dari golongan mereka. (Andri Faisal, Pemerhati Dunia Islam)
Sumber: eramuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar