Abu Bakar termasuk pelopor kaum Muslimin pertama, As-Sabiqunal Awwalun,
para pendahulu. Ia adalah orang yang memercayai Rasulullah di saat
banyak orang menganggap beliau gila. Abu Bakar termasuk orang yang siap
mengorbankan nyawanya, di saat banyak orang hendak membunuh Rasulullah.
Nama
awal Abu Bakar adalah Abdullah bin Abu Quhafah. Dalam lembaran sejarah
disebutkan nama ayahnya adalah Abu Quhafah. Ini pun bukan nama
sebenarnya. Utsman bin Amir demikian nama lain dari Abu Quhafah. Abu
Bakar lahir pada 573 Masehi, lebih muda sekitar tiga tahun dari Nabi
Muhammad.
Sebelum masuk Islam, ia dipanggil dengan sebutan Abdul
Ka’bah. Ada cerita menarik tentang nama ini. Ummul Khair, ibunda Abu
Bakar sebelumnya beberapa kali melahirkan anak laki-laki. Namun setiap
kali melahirkan anak laki-laki, setiap kali pula mereka meninggal.
Sampai kemudian ia bernazar akan memberikan anak laki-lakinya yang hidup
untuk mengabdi pad Ka’bah. Dan lahirlah Abu Bakar.
Setelah Abu
Bakar lahir dan besar ia diberi nama lain; Atiq. Nama ini diambil dari
nama lain Ka’bah, Baitul Atiq yang berarti rumah purba. Setelah masuk
Islam, Rasulullah memanggilnya dengan sebutan Abdullah. Nama Abu Bakar
sendiri konon berasal dari predikat pelopor dalam Islam. Bakar berarti dini atau awal.
Suatu
hari Abu Bakar ingin berangkat berdagang ke wilayah Thaif bersama rekan
bisnisnya, Hakim bin Hizam—keponakan Khadijah. Tiba-tiba sesorang
datang menemuinya. Orang itu berkata kepada Hakim, “Bibimu Khadijah
mengaku suaminya menjadi nabi sebagaimana Musa. Ia sungguh telah
mengabaikan tuhan-tuhan.”
Selanjutnya Abu Bakar berpikir. Ia
orang yang paling mengerti tentang Muhammad Saw. Sebelum sesuatu
terjadi, ia harus menemui beliau untuk memastikan berita tersebut.
Setelah itu barulah ia akan menentukan sikap.
Abu Bakar
mendatangi Rasulullah Saw. Ia berusaha mengingat kembali semua kisah
tentang sahabatnya itu. Ia yakin, sahabatnya tidaklah seperti
orang-orang Quraisy kebanyakan. Sahabatnya bukanlah orang yang
mengagungkan berhala-berhala yang disembah oleh orang-orang Quraisy. Di
masa mudanya tidak ada sifat kekanak-kanakan seperti halnya
pemuda-pemuda Quraisy dan ia mempunyai kebiasaan yang sangat berbeda
dengan kaumnya. Setiap tahun, ia menyendiri di Gua Hira selama sebulan
penuh.
Semua gambaran dan bayangan itu bergelayut dalam ingatan
Abu Bakar. Ia mempercepat langkah untuk segera mengetahui kebenaran dari
mulut sahabatnya langsung. Lalu muncul dalam ingatan Abu Bakar tentang
keberkahan yang dialami kaum Bani Sa’ad saat Halimah As-Sa’diyah
mengambil beliau dalam susuannya menuju kampungnya. Abu Bakar juga
mengingat ulang pembicaraan Bukhaira, seorang pendeta yang mengingatkan
paman beliau Abu Thalib dari tipu daya Yahudi apabila mereka mengetahui
tentang anak kecil yang dibawanya.
Akhirnya Abu Bakar sampai juga
di rumah Muhammad Saw. Ia masuk menemui sahabatnya dan langsung
bertanya, “Apa yang sebenarnya terjadi dengan berita yang telah aku
dengar tentangmu? Apakah engkau mengira kaummu mengakui kebenaran yang
engkau katakan?”
“Wahai Abu Bakar, maukah engkau kuceritakan
sesuatu, apabila engkau rela aku akan terima, namun jika tidak suka maka
aku akan menyimpannya,” jawab Muhammad.
Abu Bakar menjawab, “Ini telingaku, silakan katakan.”
Nabi
Saw membacakan beberapa ayat Al-Qur’an kepada Abu Bakar. Beliau juga
menceritakan kepadanya tentang wahyu yang turun dan peristiwa di Gua
Hira yang beliau alami. Jiwa Abu Bakar telah siap memercayainya, karena
kemudahan yang Allah berikan kepadanya dengan pertemanan dan ketulusan
pengenalan.
Tanpa ragu, belum sampai Rasulullah Saw menyelesaikan
ceritanya, Abu Bakar berbisik lirih, “Aku bersaksi bahwa engkau orang
yang jujur. Apa yang engkau serukan adalah kebenaran. Sesungguhnya ini
adalah kalam Allah.”
Setelah itu, ia menemui Hakim bin Hizam dan
berkata, “Wahai Abu Khalid, kembalikanlah uangku, aku telah menemukan
bersama Muhammad bin Abdullah sesuatu yang lebih menguntungkan daripada
perniagaan bersamamu.” Abu Bakar mengambil hartanya dan berlalu.
Rasulullah
bukan tanpa alasan memilih Abu Bakar menjadi orang kedua setelah
dirinya. Suatu hari Rasulullah pernah mengabarkan tentang keutamaan
sahabat sekaligus mertua beliau ini. “Tak seorang pun yang pernah kuajak
masuk Islam yang tidak tersendat-sendat dengan begitu ragu dan
berhati-hati kecuali Abu Bakar. Ia tidak menunggu-nunggu atau ragu-ragu
ketika kusampaikan hal ini,” sabda Rasulullah Saw.
Hal ini pula yang menyebabkan ia dilantik dengan gelar Ash-Shiddiq
di belakang namanya. Abu Bakar memang selalu membenarkan Rasulullah
tanpa sedikit pun keraguan. Pada peristiwa Isra’ Mikraj, Abu Bakar
adalah orang pertama yang percaya saat Rasulullah menyampaikan hal itu.
Tanpa setitik pun ada kebimbangan di benaknya.
Abu Bakar memulai
misi mulia dalam menyerukan agama Allah, sehingga berkat tangannya,
Allah memberikan hidayah-Nya kepada generasi pertama Islam (As-Sabiqunal
Awwalun), di mana dengan kesabaran dan kesungguhan mereka membangun
Islam.
Ia mulai menyebarkan Islam kepada orang-orang di kaumnya
yang ia percayai, orang yang berteman dan duduk bersamanya. Sehingga
banyak sekali yang masuk Islam karenanya seperti Zubair bin Awwam,
Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqqash dan
Abdurrahman bin Auf. Mereka ini berangkat menemui Rasulullah ditemani
Abu Bakar. Lalu beliau menawarkan Islam kepada mereka, membacakan
Al-Qur'an, menjelaskan kebenaran Islam, hingga mereka beriman.
Betapa
mulianya Abu Bakar Ash-Shiddiq yang telah mengislamkan lima dari
sepuluh sahabat Nabi yang dijamin masuk surga. Umar berkata, “Abu Bakar
adalah junjungan kami dan telah memerdekakan junjungan kami, yakni
Bilal.”
Ibnu Umar berkata, “Dahulu kami melakukan pemilihan
kepada orang-orang pada zaman Nabi Saw masih hidup siapakah yang
terbaik, maka kami memilih Abu Bakar dan kemudian Umar bin Khatab dan
kemudian Utsman bin Affan.” (HR Bukhari)
Abu Bakar hanya
sebentar memegang kendali pemerintahan Islam setelah Rasulullah. Hari
itu ia berniat untuk mandi. Udara amat dingin mencekam. Suhu tubuhnya
tiba-tiba memanas. Karena merasa janjinya dengan Allah sudah dekat, Abu
Bakar ingin menetapkan pengganti setelahnya.
Ia meminta
Abdurrahman bin Auf untuk datang. Ketika ditanyakan tentang pribadi Umar
bin Khatab, Abdurrahman menjawab, “Ya, Umar lebih tepat, tetapi ia
terlalu keras.”
“Ia keras karena melihatku lunak. Kalau urusan ini sudah berada di tangannya, ia akan lunak,” kata Abu Bakar.
Setelah
itu, Abu Bakar memanggil beberapa sahabat lainnya, baik dari kaum
Anshar maupun Muhajirin. Semua setuju untuk mengangkat Umar sebagai
pengganti Abu Bakar. Setelah semuanya bubar, Abu Bakar meminta Utsman
bin Affan untuk menulis apa yang didiktekannya. Abu Bakar berkata,
“Tuliskan Bismillahirrahmanirrahim. Inilah janji yang diminta Abu Bakar kepada umat Islam...” tiba-tiba Abu Bakar pingsan.
Namun
Utsman meneruskan tulisannya: “Sesungguhnya aku mengangkat Umar bin
Khatab sebagai penggantiku atas kalian dan aku tidak mengabaikan
kebaikan untuk kalian...”
Abu Bakar sadar kembali, lalu meminta
Ustman membacakan apa yang dia tulis. Mendengar apa yang dibaca Utsman,
Abu Bakar bertakbir. “Engkau menghawatirkan tadi aku akan meninggal
sehingga engkau khawatir umat akan berselisih (kalau tidak ada nama yang
tertulis)?” tanya Abu Bakar.
Utsman mengiyakan. Panas Abu Bakar
kian meningkat. Pada Senin 22 Jumadil Akhir 13 Hijriyah Abu Bakar wafat.
Pada detik-detik terakhir hidupnya, Abu Bakar sempat menuliskan
menuliskan sebuah wasiat yang diabadikan sejarah.
Demikian isinya: “Bismillahirrahmanirrahim.
Inilah pesan Abu Bakar bin Abu Quhafah pada akhir hayatnya dengan
keluarnya dari dunia ini, untuk memasuki akhirat dan tinggal di sana. Di
tempat ini orang kafir akan percaya, orang durjana akan yakin, dan
orang yang berdusta akan membenarkan. Aku menunjuk penggantiku yang akan
memimpin kalian adalah Umar bin Khatab.
Patuhi dan taati dia.
Aku tidak mengabaikan segala yang baik sebagai kewajibanku kepada Allah,
kepada Rasulullah, kepada agama, kepada diriku, dan kepada kamu
sekalian. Kalau dia berlaku adil, itulah harapanku, dan itu pula yang
kuketahui tentang dia. Tetapi kalau dia berubah, maka setiap orang akan
memetik hasil dari perbuatannya sendiri. Yang kuhendaki ialah setiap
yang terbaik dan aku tidak mengetahui segala yang gaib. Dan orang yang
zalim akan mengetahui perubahan yang mereka alami.”
Semoga Allah menempatkannya pada sisi yang terbaik. Amin.
sumber : republika.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar